Jadi gini,-
Adalah Kalimat pembuka yang patut untuk menjadi ringkasan dalam hal yang saya
ungkit ini. Akan lebih lugas menyatakan bahwa semua itu urusanmu. Jika pun mau
berdalih dari pembenaran mengenai salah atau benar, aku pun akan berdalih bahwa
laku ku yang paling sahih. Majalnya, dua
kepala akan ada diferensiasi opini pastinya. Tapi, jangan main main dengan
hidupku, ya meski itu urusanmu, mau mampir atau mau main.
Aku ini
sederhana kok, lumrah dan maklum. Jadi, Mau gimana lagi, memang itu sudah
adatmu, sudah adat kaum mu yang akan tidak ku mengerti sampai mati. sudah
tertera juga pada peraturan yang tidak tersurat mengenai perihal “banyak
pilihan yang ditimang”. Sebenarnya itu urusanmu juga. Dan memang.Tapi aku punya
peraturan sendiri. Mau masuk wisata saja banyak peraturan apalagi mau masuk ke
hati perempuan. Apalagi mereka kaumku.
Perihal semua
ini pun bukan pada satu hamba, tapi untuk semua kaum mu. Jadi mau kau habiskan
jatah nakalmu, atau kau habiskan waktu untuk menaksir,mengukur mengawasi,
ataupun itu, yang pasti jangan sekali kali membandingkan. Aku tentu saja tidak
berkenan ,manusia mana yang akan suka dibanding bandingkan,apalagi perempuan.
Kamu itu kan tamu, jadi sopanlah untuk tidak memberi arti janggal pada sebuah
pertemuan. Jangan sengaja membangkitkan, lebih baik label pecundang daripada
bajingan. Lugas saja apa tujuan mu menjadi tamu, akupun anggap kau raja jika
kau anggap aku sebaliknya.
Sebenarnya
aku risih, risih karena timang menimangmu itu.Sekiranya, tak berkenan nya aku
adalah wujud dari kelam ku yang pernah. Yang sudah pernah ku sebut pada sebuah
sajak tak berjudul yang ku tulis secara mendadak. Bahwa aku adalah seorang yang
sengaja membangkitkan cinta pada beberapa hamba tanpa mau bertanggung jawab dan
membalas. Jadi ketika seorang hamba dari kelamku dulu akhirnya mati ,sesaat aku
hilang jati diri.Pun lagi, tak perlu banyak sekali kesengajaan yang dibuat
untuk membuat seorang hamba menjadi menawan. aku yakin kau semenawan itu dengan
porsi sopan mu yang cukup. Cukup untuk tidak memberi hal hal ambigu pada
makhluk yang gampang delusi seperti kaum ku ini.
Aku pun
lumrah, karena biasa sudah menjadi adat, dan dalih mu yang kau ungkap bahwa
kaumku yang terlalu lemah untuk mengikuti aturan mainmu. Tapi, perih saja
ketika omongan yang loncat tak seberperasaan itu keluar dari -ya seorang yang
ku damba. Bukan perubahan yang aku tuntut, pun jaksa darimana juga aku ini. Pun
juga tidak ada perubahan yang diharuskan. Hanya tutur yang mungkin dijaga untuk
lebih nyaman ketika bagaimana kau medeskripsikan bagsa ku,kaum ku. Itu saja.
Ya silahkan
kau lanjutkan mainmu, timang menimangmu, atau jatah nakalmu. Aku disini pun
sebaliknya, sedang lanjut tugasku, sederhana memang, menjaga diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar